Kopi Pengubah Hati

hanya secuil kisah masa lampau

Ketika sedang mengisi bulatan-bulatan kecil dengan pilihan satu hingga enam, ada rasa dendam yang membuat diri seseorang menjadi agak kejam akibat situasi hati tak karuan. Objektivitas berkurang. Dia mulai mengingat kembali peristiwa yang tidak mengenakkan. Ugh…

“Sis, bikin kopi yuk!” Suara seorang teman menghentikan pikiran buruk yang tengah mengamuk.

“Yuk!” Dia refleks menjawab sambil tersenyum menatap temannya yang berdiri di samping meja kerjanya.

“Tunggu ya, aku mau beli krim kental manis dulu.”

“Oke. Silakan.”

Perhatian dia sejenak lalu teralihkan oleh isi pesan yang masuk di HP. Seorang sahabat yang tengah kesal karena harus mengulang tugas dari awal.

Mungkin harus ada pertemuan untuk mendengarkan keluh-kesah sahabatnya. Duduk, makan es krim, sambil tatap danau. Pikirannya membayangkan suatu tempat dengan desiran angin sepoi-sepoi dan pohon-pohon teduh. Dia dan sahabatnya biasa mengobrol dan menertawai hidup jika mendadak suntuk dengan semua tugas kuliah.

Tak lama…

Teman kerjanya sudah kembali sambil membawa alat penyaring kopi, sebungkus kopi campuran bunga sakura kering, krim kental manis, dan segelas mug.

Dia ikuti temannya ke dapur. Ritual membuat kopi ala temannya pun dimulai. Dia tidak akan memberi tahu caranya kepada kita, para pembaca, karena tidak ada yang istimewa, kecuali…

“Ini kopinya sudah kedaluwarsa. Masih bisa dikonsumsi sih walaupun tidak lagi segar dan rasanya mungkin berubah,” kata temannya sambil tergelak.

Dia langsung melihat kemasan di bungkus kopi, tanggal 20 Juni 2018. Sudah lewat lima hari. Tidak apa-apa. Dia tetap akan mencicipinya. Dia sodorkan gelas untuk diisi krim seraya menunggu kopi di teko bercampur dengan air panas. Temannya menambahkan air dingin sehingga kopi untuknya pun tersaji hangat.

Keduanya lalu kembali ke meja masing-masing sambil membawa kopi racikan. Wangi kopi membelai hidungnya. Dalam tiga kali tegukan, kopi itu ia habiskan. Rasanya minim sifat manis, agak pahit, tanpa ada asam, tapi dia suka.

Dia paksakan lagi menatap layar laptop untuk melanjutkan gim mengeklik lingkaran. Kali ini dia tampaknya berhasil menyetop segala kekesalan.

Gim itu dia sudahi dalam tempo singkat. Hasilnya membuat dia bersyukur karena usaha dia dan temannya beberapa waktu lalu terbayar sepadan. Sepertinya harus dirayakan.

Dia bergegas ke ruangan temannya yang suhunya paling dingin di kantor. Keduanya mengobrol sebentar sambil terdengar suara tawa ringan. Sebelum meninggalkan ruangan, dia menghaturkan terima kasih karena suasana hatinya sudah terdamaikan kepahitan.

Leave a comment