Lengko yang tak Langka

Harum khas soto daging tercium dari jarak satu meter. Kalau lagi lapar, hidung pun menjadi lebih sensitif (Alhamdulillah masih berfungsi). Sumbernya berasal dari tenda kaki lima lengkap dengan gerobaknya. Penjualnya, seorang bapak berumur sekitar 50 tahunan tengah mengaduk-aduk isi panci dengan centong sayur pada gerobak dorong yang tertulis “Lengko”.

Kata ‘lengko’ membuat saya teringat pada makanan yang pernah saya cicipi ketika berada di Cirebon, Nasi Lengko. ‘Lengko’ artinya langka atau jarang (langko jeh).  

Tapi kok ada yang berbeda, itu kuah mirip soto buat apa? Disiram ke atas nasinya?

Sepupu saya lalu menjelaskan kalau Lengko yang satu ini merupakan makanan khas dari Tasikmalaya dan biasa menjadi menu sarapan selain kupat tahu. Saya makin penasaran dengan cita rasanya.

Sepulang dari bank, saya diajak sepupu ke restoran Lengko favoritnya. Saya memesan Lengko ayam. Biasanya Lengko ini disajikan dengan lontong atau kupat, tapi mengingat perut lagi ‘kacau’ karena terlambat dari jam makan siang, pilihan jatuh pada nasi.

Pelayan menyajikan nasi, Lengko, kerupuk dalam wadah terpisah untuk pesanan saya. Sedangkan Lengko yang dipesan sepupu terlihat tumpukan potongan nasi yang dipadatkan alias lontong atau kupat (ketupat). Wah bisa cocok buat menu Lebaran.

Isi Lengko adalah ayam kampung yang sudah digoreng lalu disuwir-suwir dan diberi campuran kuah santan seperti kari atau opor, tapi tidak terlalu kental. Rasanya agak manis, asin, dan umami. Lengko ini ditaburi irisan tipis bawang merah goreng dan kacang kedelai goreng. Sambil diaduk bisa ditambah dengan sambal dan kecap manis. Paling sedap kala diberi perasan jeruk nipis dan kerupuk.

Suasana restoran terlihat sepi dan lengang karena aturan PPKM walaupun sudah agak longgar. Pembeli hanya saya dan sepupu. Kami makan cukup lahap dan cepat karena terbiasa dikejar tenggat. Bukan karena aturan 30 menit harus kelar kalau makan di tempat juga.

Hari pun ditutup dengan keinginan makan nasi tutug oncom (NTO), tapi apa daya saya sudah melahap dua porsi bakso bihun dan meminum entah berapa gelas teh hangat tawar hingga senja tiba (biar seperti orang Inggris minum teh sore-sore). Entah kenapa… Lengko plus nasi tidak dapat meredakan gejolak di perut yang kadung kembung tidak jelas. Jadi, setiap dua jam perut harus diisi hingga perlu disetop sebelum kenyang.

Waktunya mengisi pikiran yang mungkin perlu asupan. Terlebih kalau menjelang tidur, alangkah eloknya jika diawali pertanyaan: Mengapa makanan versi Tasikmalaya ini dinamai ‘Lengko’ juga?